Jumat, 13 November 2009

Organizational Citizenship Behavior

Dalam telaahan perilaku organisasi, adanya kesediaan untuk melakukan sharing dapat menjadi salah satu bentuk Organizational Citizenship Behavior (OCB). Organizational Citizenship Behavior (OCB) adalah perilaku yang dilakukan karyawan yang bukan merupakan tuntutan kerja formal yang meningkatkan pemfungsian organisasi. Organisasi yang sukses memerlukan karyawan yang mau melakukan lebih dari tugas-tugas umumnya, yang memberikan tampilan kerja melebihi yang diharapkan.
Graham (1991) menganologikan OCB dengan kewajiban warga masyarakat. Pertama, kepatuhan (obedience), yang meliputi penghormatan terhadap keteraturan struktur dan proses. Kedua, loyalitas, yaitu berkembangnya kesadaran akan fungsi kesejahteraan untuk melayani kepentingan dan nilai-nilai organisasi. Ketiga, partisipasi, yaitu keterlibatan aktif yang bertanggungjawab dalam pengelolaan komunitas sesuai ketentuan yang berlaku. Dalam konteks organisasi, kepatuhan mencerminkan penerimaan akan penting dan diinginkannya aturan yang rational yang mengatur organisasi, deskripsi kerja dan kebijakan personil. Hal ini ditunjukkan dengan penghormatan akan aturan dan instruksi, ketepatan hadir dan penyelesaian tugas dan kesediaan melayani sebagai bagian sumberdaya manusia organisasi. Loyalitas organisasi mencakup identifikasi dan kesediaan mengikuti pimpinan dan organisasi sebagai kesatuan, yang melebur kepentingan pribadi, kelompok dan unit kerja. Hal ini ditunjukkan dengan membela organisasi bila menghadapi ancaman, menjaga nama baik dan bekerjasama untuk kepentingan bersama. Partisipasi berkait dengan minat pada urusan-urusan organisasi yang dilandasi nilai-nilai kebajikan, dikuatkan dengan membuat diri selalu mengetahui hal yang terjadi dan ditampilkan melalui keterlibatan penuh dan bertanggungjawab pengelolaan organisasi. Hal ini ditampilkan dengan menghadiri pertemuan yang tak wajib, berbagi pendapat dan gagasan baru dan kesediaan untuk menyampaikan berita buruk atau mendukung pandangan yang berbeda yang bertentangan dengan groupthink.
OCB harus dibangun atas dasar relasi convenantal, yang ditandai dengan komitmen yang terbuka namun bertujuan, saling percaya dan nilai-nilai bersama. Perilaku tertentu diperlukan untuk memelihara hubungan dan kesediaan untuk selalu bersungguh-sungguh dalam melakukan sesuatu diperlukan. Covenant bersifat eksistensial, merupakan suatu kesadaran dan melibatkan tingkahlaku yang berdasar motivasi intrinsik dan bukan karena akan mendapat sesuatu atau mencapai sesuatu. Relasi convenantal tidak menolak adanya perbedaan pendapat, namun tidak mempengaruhi kualitas relasi dan adanya kesediaan untuk memaafkan kesalahan yang pernah terjadi. Semakin kesadaran kolektif terbentuk maka ia tidak mengacu pada hukuman dalam mengatasi kesulitan dan semakin besar kontribusi yang ia berikan. Dengan demikian relasi convenantal lebih dari social exchange yang didasarkan tercapainya rasa keadilan, tetapi bersifat normative-affective.
McLean Parks (1992) berpendapat bahwa orang akan merasa harus memenuhi ikatan convenantalnya yang berbasis trust (rasa percaya), kesetaraan dan nilai-nilai bersama. Sifat terbuka tapi bertujuan dan bentuknya yang tidak spesifik menaikkan motivasi intrinsik orang untuk melakukannya. Perilaku proaktif ini sangat ditentukan pada persepsinya pada organisasi.
Eisenberger, Huntington, Hutchison dan Sowa (1986) menekankan relasi resiprokal karyawan dan organisasi. Mereka menunjukkan bahwa persepsi akan komitmen organisasi yang ditunjukkan dengan support organisasi pada dirinya akan berkaitan dengan kehadiran karyawan (yang menggambarkan komitmennya pada organisasi). Persepsi terhadap support dari organisasi berhubungan erat dengan attachment, performance dan inovasi. Dengan kata lain, persepsi terhadap organisasi support dan perasaan dihargai atas kontribusi yang diberikan akan mempengaruhi tingkatan afektif dan tingkahlaku karyawan.